Menyusuri Jejak Hijrah Para Nabi

by Dwi Rukhaniati Ulya

Materi kajian tematik rabu (14/11/12) oleh Ust. Fathurrahman
@Iqro Foundation Sydney

Prolog

Esok hari kita akan songsong tahun baru hijriah, 1 Muharram. Bulan muharram disebut juga syahrullah (bulannya Allah) karena Muharram punya nilai yang sangat tinggi. Didalam QS. 9: 36 disebutkan bahwa Allah membagi 1 tahun menjadi 12 bulan. Diantara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Adanya larangan berperang dikenakan padanya. Sebelum zaman Islam pun, masyarakat Arab tidak akan berperang dibulan-bulan tersebut sebagai bentuk penghormatan. Bahkan bila ada anggota keluarga yang dibunuh di bulan haram, maka mereka tidak serta merta memerangi. Namun, menunggu hingga bulan haram berlalu.

Amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam adalah berpuasa dibulan ini. Puasa utama bagi ummat islam setelah puasa di bulan ramadhan. Pahalanya adalah menghapus dosa 1 tahun lampau. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauzi ada 3 hari puasa yaitu:

9 Muharram disebut puasa Tasyu’a
10 Muharram disebut puasa Asy Syura
11 Muharram disebut puasa Sya’

Apabila tidak bisa mengerjakan 3 hari puasa, bisa ambil 2 hari yaitu 9 dan 10. Bila 2 hari pun sulit, jangan meninggalkan 1 hari puasa yaitu 10 Muharram. Hikmah 3 hari puasa ini adalah untuk kehati-hatian, atas hitungan penanggalan hijriah yang terkadang meleset.

Pada bulan muharram juga, Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam mengizinkan para sahabat (atas izin Allah) untuk berhijrah ke Madinah. Meskipun beliau Shalallahu’alaihi wasallam sendiri berhijrah setelahnya, tidak di bulan ini.

Setelah Umar ibnu Khattab menjadi khalifah, umat Islam mulai memiliki tahun. Sebelum Al Faruq memimpin, ataupun sebelum Islam diturunkan masyarakat Arab tidak mengenal bilangan tahun. Mereka sudah mengerti ada 12 bulan dalam setahun dan menandai tahun tersebut dengan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi. Seperti tahun gajah, ketika serombongan pasukan bergajah hendak menyerbu ka’bah dan lain-lain. Tegaknya tonggak tahun islam dimulai dari peristiwa hijrah para sahabat ke kota madinah. Mengapa? Karena besarnya pengaruh hijrah pada keberlangsungan kehidupan agama ini. Hijrah merupakan tonggak perubahan. Dari kondisi terdhalimi menuju kebebasan beribadah, dari sosok yang terusir menjadi seorang pemegang pemerintahan, dari kaum yang menghinakan menuju kaum yang memuliakan.

Makna Hijrah

Menurut bahasa, hijrah berarti berpindah, meninggalkan, keluar. Menurut istilah (secara umum) hijrah berarti meninggalkan larangan Allah dan menuju pada Allah dan RosulNya. Sedangkan secara khusus, hijrah berarti berpindah dari negeri syirk menuju negeri Islam.

Muhammad bin Abdul Wahab berkata’ hijrah adalah untuk berpindah dari negeri syirk menuju negeri Islam dan hal itu tetap berlaku sampai datangnya hari kiamat’.

Ada beberapa jenis hijrah dilihat dari alasannya, seperti ekonomi, pendidikan, politik, agama, dll.  Sehingga sejak awal hijrah, Rosulillah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda, berkaitan dengan pentingnya hal ini :

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khathab RA berkata: Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan RosulNya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan RosulNya, dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang akan diperoleh atau wanita yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapati apa yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada sekelumit kisah menarik dibalik hadits ini. Pada saat Rosulillah Shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah ke yatsrib (Madinah) atas perintah Allah, serta merta dipatuhi. Mereka berangkat bergelombang, rombongan demi rombongan, orang demi orang. Hijrah untuk menyelamatkan keyakinan akan kebenaran agama tauhid. Laa ilaaha illa Allah, Muhammad Rosulullah. Namun, disamping niat hijrah karena Allah dan RosulNya, ternyata terselip niat yang berbeda didalam hati beberapa orang sahabat. Ada seorang sahabat yang berhijrah, dikarenakan calon istri yang hendak dinikahinya ikut hijrah. Tidak ada seorangpun yang mengetahui niatnya, hingga Rasulillah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda hadits diatas. Disebutkan wanita muhajirin itu bernama Umm Qais, sehingga pemuda yang berhijrah dengan niat untuk menikahinya dipanggil Abd Umm Qais (sahaya Umm Qais) atau Muhajir Umm Qais. Tidak ada riwayat yang menyebutkan siapa namanya. Hal ini untuk melindungi nama baik seorang muslim. Setelahnya, sahabat Rasulillah Shalallahu ‘alaihi wassalam ini bertaubat, memohon ampunan Allah dan kembali meluruskan niat hijrah.

Betapa pentingnya nilai sebuah niat dalam setiap perilaku seorang muslim, sehingga baru berniat baik saja sudah Allah ta’ala berikan pahala kemudian bila benar-benar dikerjakan, berlipat ganda pahala tersebut. Sebaliknya bila ada niat buruk, tidak akan dicatat sebagai dosa hingga niat tersebut diwujudkan menjadi perbuatan. SubhanaAllah, benar-benar Maha Pemurah Rabb kita.

Hijrah dari Masa ke Masa

Hijrah Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam

Berawal dari Negeri Babilonia daerah Mesopotamia (sekarang Iraq) yang diperintah oleh Raja Namrud bin Kan’an bin Kush bin Ham bin Nuh (Nuh Alaihissalam) merupakan kampung halaman Nabi Ibrahim Alaihissalam. Beliau berdakwah, mengajak masyarakatnya untuk menyembah Allah saja, Tuhan semesta alam. Mengajak pada kebenaran dan kebahagiaan dunia juga akhirat. Berlanjut dengan cerita luar biasa tentang mukjizat nabi Ibrahim yang sudah sangat masyhur,seperti yang kita semua telah mengetahuinya.

Seruan pada agama tauhid dikabarkan pada kaum juga kerabatnya. Sarah yang adalah saudara tiri Ibrahim juga Luth keponakannya menerima seruan tersebut, dan berimanlah mereka. Kemudian Sarah menjadi istrinya dan Luth dikemudian hari menjadi seorang Rasul. Turunlah perintah Allah agar Ibrahim berhijrah, disebutkan dalam QS. 29: 26 (Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, “ Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkah) Tuhanku; sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana). Mulailah periode hijrah nabi Ibrahim AS. Dari Babilonia menuju Jerusalem kemudian berlanjut ke Mesir. Berdakwah, mengajak orang-orang untuk menyembah Allah saja. Setelah beberapa lama berdiam di negeri Mesir, maka Allah kembali memerintahkannya untuk berhijrah. Kali ini tujuannya adalah Palestina.

Dari Raja Mesir, nabi Ibrahim diberikan hadiah seorang dayang beriman dan berakhlaq mulia. Dialah yang kemudian kita tahu, ibu dari nabi Ismail AS, istri kedua Ibrahim AS bernama Hajar. Berkembang dakwah agama tauhid ini di Palestina. Sesaat setelah kelahiran Ismail AS, turun perintah Allah agar Ibrahim berhijrah kembali. Kali ini dengan membawa serta Hajar juga Ismail yang baru lahir. Tujuannya adalah lembah berbatu tak berpenghuni, dikelilingi padang pasir tanpa air dan tumbuhan di daerah Hijaz. Terakhir, kita tahu daerah itu bernama Mekkah Al Mukarramah. Kota suci umat islam.

Apabila nabi Ibrahim mengembangkan dakwahnya di daerah Palestina, maka Luth AS diperintah Allah untuk hijrah di negeri Sodom (wilayah Jordania sekarang). Mengajak masyarakat disana agar takut pada Tuhan semesta alam dan menjauhi perbuatan terlaknat, menyukai sesama jenis (sodomi/liwath).

Hijrah Nabi Musa Alaihissalam

Begitu terkenalnya cerita perjalanan Nabi Musa AS mengemban risalah tauhid hingga diabadikan dalam 3 kitab suci, Taurat, Injil juga AlQuran. Terkait dengan tema hijrah, Nabi Musa AS berhijrah 3 kali menurut cerita dalam Al Quran. Hijrah yang pertama dari Mesir menuju Madyan (QS. Thaha 20 : 40). Dikisahkan Musa muda telah membunuh seorang berkebangsaan Mesir yang menganiaya seorang bani Israil. Bani Israil kala itu dianggap hanyalah warga kelas rendah bagi masyarakat Mesir. Tak ubahnya seorang budak, sehingga sering menjadi korban penganiayaan. Setelah kejadian pembunuhan, tentu saja Musa muda menjadi buronan tentara Mesir yang tidak terima kematian kaumnya. Karena ketakutan, Musa melarikan diri hingga sampailah di sebuah negeri bernama Madyan.

Di Madyan. Musa bertemu dengan 2 orang gadis yang sedang antri air minum ternak menunggu giliran. Bersaing dengan penggembala lain yang kesemuanya laki-laki. Karena iba, Musa menawarkan bantuan pada gadis tersebut untuk meminumkan ternak. Dengan senang hati diterima bantuan lelaki asing yang baik lagi sopan itu. Karena tahu bahwa Musa berasal dari negeri lain, maka salah seorang gadis itu menawarkannya agar mau singgah dan bertemu dengan ayah mereka yang sudah tua. Ternyata beliau adalah seorang nabi yang bernama Syu’aib Alaihissalam. Selama sepuluh tahun atau lebih Musa tinggal di Madyan bersama istrinya yang adalah putri nabi Syu’aib. Tiba saatnya bagi Musa untuk kembali berhijrah. Turunlah perintah Allah, agar Musa mendatangi Fir’aun di Mesir. Atas kepergian ini, dia mendapatkan bekal sebuah tongkat dari ayah mertuanya. Yang di kemudian hari, tongkat ini menunjukkan salah satu kebesaran Allah melalui mukjizat yang dibawa Musa.

Hijrah kedua dari Madyan menuju Mesir membawa peringatan bagi Fir’aun yang telah melampaui batas. Karena merasa memiliki kekuasaan besar maka dia mengaku sebagai tuhan bagi kaumnya. Wajib ditaati, ditakuti bahkan disembah. Kisah terkenal hingga diabadikan dalam Al Quran juga mengandung banyak hikmah kehidupan. Misi dakwah di Mesir berakhir dengan turunnya perintah agar Musa bersama bani Israil berangkat menuju negeri yang dijanjikan yakni Palestina.

Inilah ketiga kalinya Musa berhijrah. Dari Mesir menuju Palestina. Diiringi drama kolosal yang mencengangkan umat manusia dari zamannya hingga kini. Musa memimpin ratusan ribu bani Israil memenuhi perintah Tuhannya. Fajar belum lagi menyapa, dihari yang telah diperintahkan, Musa mengkoordinir bani Israil untuk bergerak kearah yang ditentukan wahyu. Tidak ada seorangpun yang mengetahui akan kemana tujuan rombongan besar itu nantinya, bahkan Musa. Ketika sebagian kaumnya menyadari bahwa mereka mengarah ke pantai, tidak sedikit yang memprotes bahkan menyesali keputusan hijrah. Mereka berpandangan lebih baik kembali selamat meskipun tetap jadi golongan budak. Inilah orang-orang yang pesimis akan takdir Allah. Menyeberang lautan luas yang berarti bunuh diri, begitu anggapan orang yang tidak memiliki iman. Terhadang air dihadapan juga kejaran musuh dibelakang bagai hidup tanpa pilihan selain kematian. Namun, Musa tetap dengan imannya bahwa Allah akan menunjukkan jalan keluar. Begitulah, Allah Ar Rahman hendak menunjukkan kebesaran kuasanya, membersamai orang-orang yang beriman dan menebas orang-orang yang durhaka.

Di akhir kisah seperti yang telah kita ketahui bersama, misi tuntas ‘hanya’ dengan ketukan tongkat di air yang membelah, menampakkan seruas jalan lapang. Selamatlah bani israil dengan izin Tuhannya. Adapun kaum durhaka lagi pembangkang, azab dunia ditimpakan. Atas kuasa Allah, utuh jasad Fir’aun terdampar di tepian pantai agar bisa menjadi pelajaran bagi kaum setelahnya. Berlanjut kisah Musa juga bani Israil menuju negeri yang dijanjikan.

Peristiwa besar itu diperingati oleh kaum yahudi dengan berpuasa setiap tanggal 10 Muharram. Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mengetahui yahudi madinah sedang berpuasa pada suatu hari, ditanyalah puasa apa itu? Yahudi menjawab bahwa mereka sedang berpuasa asy syura, sebagai rasa syukur atas selamatnya bani Israil dari kejaran musuh juga bisa menyeberang lautan. Maka beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata, apapun itu maka kami lebih berhak bersyukur daripada kalian (yahudi). Tahun berikutnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berpuasa 2 hari tanggal 9 dan 10 muharram agar berbeda dengan yahudi. Juga bersabda, apabila diberikan waktu tahun depan akan menambah 1 hari puasa setelahnya. Artinya tanggal 11 Muharram juga. 3 hari inilah yang oleh Ibnu Qayyim disebutkan utamanya puasa sunnah.

Hijrah Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam

Ada 4 kali hijrah selama masa kenabian yaitu:

  1. Tahun ke-5 kenabian dengan tujuan Habsyah (Ethiopia). Sahabat yang hijrah berjumlah sekitar 15 orang. 11 laki-laki dan 4 perempuan.
  2. Tahun ke-6 kenabian dengan tujuan Habsyah. Jumlah sahabat yang hijrah meningkat, sekitar 82 orang.
  3. Tahun ke-10 kenabian dengan tujuan Thaif selama 10 hari. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ditemani oleh anak angkatnya Zaid bin Haritsah berdakwah pada penduduk Thaif. Alih-alih menerima seruan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, mereka malah menyuruh anak-anak kecil untuk mengejek dan melempari batu hingga beliau terluka. Hanya ada 1 orang yang menyambut dakwah nabi yaitu seorang nasrani bernama Hadas.
  4. Tahun ke-14 kenabian, hijrah ke yatsrib.

Para sahabat nabi berangkat terlebih dulu sekitar pada bulan Muharram. Disusul Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam disertai Abu Bakr pada tanggal 1 Rabiul awal atau 2 Safar menurut pendapat lain. Ketika sampai di daerah Quba, sebelum masuk ke dalam kota yatsrib, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam membangun masjid untuk pertama kalinya. Bernama masjid Quba. Bagi umat islam, diberitahukan bahwa siapa saja yang shalat sunnah 2 rekaat di masjid Quba pahalanya sama seperti pahala umrah.

Di Madinah inilah dasar-dasar kenegaraan mulai ditegakkan. Sepeninggal Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam diteruskan oleh para khalifahnya.

Hijrah diantara Iman dan Jihad

Periode Mekah selama sekitar 13 tahun adalah periode mempertahankan dan mengokohkan keimanan. Tidak ada perintah untuk menyerang, hanya ada perintah untuk bersabar. Hingga kemudian turun perintah hijrah. Setelah di madinah, kaum muslimin diseru untuk berjihad menyusul tiga perang yakni perang Badr, Uhud dan Khandaq adalah jenis perang bertahan karena serangan kafir Quraysh. Bukan kaum muslimin yang menginginkan peperangan. Hingga turunnya wahyu QS. Al Anfal 8:72. Lalu Rasulullah bersabda apabila kemarin mereka mendatangi kita, tidak untuk hari ini. Saatnya kita yang mendatangi mereka. Selanjutnya bila ada kaum yang diseru pada islam namun menolak juga tidak mau membayar jizyah, maka akan diperangi.

Iman, hijrah dan jihad adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan. Masing-masing memiliki porsi dan menjadi kewajiban bagi setiap muslim sesuai kemampuannya. Seperti disebutkan dalam firman Allah dalam QS. At taubah 9 : 22 tentang hijrah dengan harta, benda juga diri. QS. Al Anfal  8 : 74 tentang iman membutuhkan bukti yaitu hijrah dan jihad.

~WaAllahu a’lam bishshawwab~

Leave a comment